| FAPERTA Creative Design, Fotografi & sinematografi community| Adalah unit kegiatan Mahasiswa yang berada dibawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa, Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Terbentuknya Penggiat photo dan video ini didahului dari kegiatan Penerimaan Anggota Muda BEM Faperta Unpad yg dimana sebagian besar pendiri dari komunitas ini bekerja dibawah komando seksi dokumentasi..
yg dimana dari kata dokumentasi ini tercetus penamaan dari komunitas ini yakni The Dock.
Seorang pria sedang asik menatap istrinya yang sedang mencoba bh-nya yang baru beli. “Untuk apa beha itu kau beli?” tanyanya. “Tokh kau tidak punya apa pun untuk dibungkus ….” “Hei,” potong istrinya. “Apakah aku pernah ribut kalau kau memakai celana dalam?”
Cinderella kini sudah tua.. pangeran yang menikahinya pun sudah meninggal beberapa tahun lalu. Sore-sore dia duduk di kursi goyang ditemani kucing kesayangannya.. Tiba-tiba ibu peri muncul dihadapannya.. “Hai Cinderella.. gimana kabarmu..? udah lama ibu peri gak mampir kesini.. kamu kok kelihatan sedih?”
Cinderella bilang.. “Selama ini aku hidup bahagia dengan pangeranku.. tapi sejak dia meninggal, aku kesepian.. dan sekarang aku sudah tua dan keriput..” Mendengar itu.. ibu peri pun menggunakan tongkat ajaibnya… dan Cinderella kembali menjadi muda dan cantik..
“Terima kasih ibu peri.. aku jadi muda dan cantik kembali.. tapi aku masih kesepian..” keluh Cinderella.. ibu peri kembali mengayunkan tongkat ajaibnya.. dan kucing kesayangan Cinderella berubah menjadi seorang pangeran tampan… ibu peri pun kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
Cinderella bilang ke pangeran.. “Aku sungguh bahagia.. selama ini kau menemaniku.. dan sekarang kau jadi pangeranku..” dengan sedih pangeran menjawab.. “nyesel nggak sih loe..? kenapa juga loe musti kebiri gw dua tahun lalu..?”
Saat kata The End atau Tamat terpampang di layar bioskop maka penulis pun berpikir, "Apa sih sebenarnya pesan yang disampaikan pembuat film ini kepada penontonnya?"
ada pesan positif ada pula yang negatif. Pembuat film yang baik selalu menyampaikan pesannya dengan jelas dan mudah dipahami oleh khalayak penontonnya. Sebaliknya, bagi pengamat film seperti penulis, akan berupaya menyimpulkan pesan tersebut cukup dalam satu kalimat singkat dan gamblang.
Beberapa contoh, "Jangan berpoligami ... kalau bisa," pesan Nia di Nata lewat film Berbagi Suami. "Kesenjangan antargenerasi tua dengan muda, bisa kok dijembatani," ini pesan yang dikemas kocak oleh Deddy Mizwar dalam Nagabonar Jadi 2.
Apa pesan Jose Poernomo lewat film horor Angkerbatu? "Sembarangan menebang hutan, akibatnya kiamat!". Menelanjangi sikap Presiden Bush dalam kasus runtuhnya World Trade Center, itu yang disampaikan Michael Moore via film dokumenternya, Fahrenheit 9/11.
Nah, bagaimana dengan film Mati Bujang Tengah Malam (MBTM) ini? Rasanya cukup satu kata, "keputusasaan". Ya, inti cerita film ini memang tentang keputusasaan seorang pemuda hingga nekat menjadi pelaku bom bunuh diri. Padahal dia adalah lulusan cum-laude dari fakultasnya, bahkan disemati pin emas oleh rektornya saat diwisuda, namun sebagai sarjana dia tak kunjung mendapat pekerjaan alias terus menganggur selama tiga tahun.
Pesan negatif? Memang iya, tapi faktanya kasus bunuh diri tidak jarang kita baca di koran, ada siswa sekolah dasar yang mati gantung diri lantaran menunggak pembayaran SPP misalnya.
Film Mati Bujang Tengah Malam memang bukan film komersial untuk tayangan di jaringan 21, melainkan sebuah film pendek berdurasi 45 menit. Disertakan dalam kategori kompetisi Cahaya Asia dalam Jogja Asian Film Festival (JAFF) 2007. Gala premiere-nya berlangsung pada 31 Juli 2007 malam di Gedung F, Benteng Vredeburg, Jogjakarta.
MBTM merupakan karya kesembilan bagi sutradara muda Fajar Nugroho (28). Sebelumnya sudah membuat sejumlah film dokumenter (antaranya, Jogja Needs a Hero) dan film pendek Sangat Laki-laki. Ceritanya digubah dari cerpen karangan sendiri yang dimuat dalam novel Buaya Jantan. Skenarionya ditulis Donny Prasetyo yang juga menjabat sebagai asisten sutradara (astrada).
Lagu Mau Tak Mau yang dibawakan Jagostu (band baru Eross) dipasang sebagai soundtrack-nya. Tidak kurang dari 17 kaset mini DV dihabiskan sebagai bahan baku pembuatannya oleh kamerawan Fauzi Ujel Bausad. Keseluruhan lokasi film berlangsung di Jogja, Bantul, dan sekitarnya, termasuk di Jembatan Kewek Kotabaru, kompleks Apartemen Sejahtera, Driving Range Golf Adi Sucipto, serta perumahan Casa Grande.
Hebatnya, Fajar bisa membujuk Eross Candra, vokalis grup Sheila on 7, dan Artika Saridevi, sang Putri Indonesia 2004. Nama keduanya diharapkan bisa menjual tapi sekaligus juga memperlama masa syuting karena segalanya mesti dicocok-cocokkan dengan jadwal kehadiran mereka yang sudah super sibuk dengan beragam kegiatan.
Seperti diketahui, Artika sudah membuat debut aktingnya lewat karya Garin Nugroho, Opera Jawa. Sedangkan Eross memang baru pertama kali menjajal bidang seni peran, terlihat masih agak kaku, antaranya terlihat saat adegan "mencuri cium" Artika. Tampaknya untuk menggambarkan kemalangan bertubi-tubi yang menimpa si pemeran utama, mesti belajar dengan menyimak mimik frustrasi tokoh yang diperani Michael Douglas dalam Falling Down yang kebetulan bernasib nyaris serupa.
Eross berperan sebagai Armand yang sudah tiga tahun luntang-lantung hingga pacarnya yang cantik, Amelia, memutuskan untuk meninggalkannya demi mencari pengusaha mapan. Sementara sang ayah, petani di desa yang sudah habis-habisan menjual sepetak lahannya untuk biaya kuliah dulu.
Ayah memintanya ganti membantu mencarikan biaya sekolah untuk adiknya. Beban itu ditambah sang ibu yang sakit-sakitan pula. Keluarga mereka memang sudah habis-habisan hingga tak malu-malu lagi ingin mendaftarkan diri di bawah taraf kemiskinan agar mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.
Realita menunjukkan ratusan ribu sarjana yang terpaksa menjadi pengangguran, sama seperti nasib Armand. Masuk-keluar kantor dengan surat lamaran dan selalu menerima penolakan.
Di tengah keputusasaan pemuda introvert bertampang kusut dan frustrasi ini bertemu seorang Om misterius bersedan mewah yang menawarinya sejumlah uang. Kiriman uang Armand bisa membuat keluarganya di desa kegirangan. Namun, imbalannya sungguh teramat kejam, ia mesti rela menjadi pelaku bom bunuh diri!
Sayangnya, sama sekali tak tergambar pergulatan batin Armand sebelum melaksanakan kenekatan tersebut, kebetulan tak jelas pula apa sebenarnya keyakinan tokoh utama kita ini? Lantas apa hubungan antara si Om misterius dengan seorang koruptor kaliber ikan paus?
Setidaknya bisa sedikit dibocorkan di sini, sama sekali tiada kaitannya dengan operasi jihad atau kelompok garis keras suatu agama. Rahasia misi si Om baru terungkap pada adegan antiklimaks, sementara rekaman pengakuan si pelaku bom bunuh diri ditayangkan di kaca televisi lokal!
Setelah di Jogja, film MBTM ini akan dibawa bergerilya dari kampus ke kampus oleh tim pembuatnya, Zerosith Pictures, antara lain ke Jakarta dan delapan kota besar lainnya, selain disertakan ke berbagai festival film pendek bertaraf internasional.
Cinta terkadang membuat manusia gelap mata. Itulah yang dialami dua orang sahabat, Reta (Sigi Wimala) dan Santi (Garneta Haruni) di film bergenre horor berjudul Affair. Mereka terjerat cinta segitiga hingga harus mengakhiri hidup dalam sebuah percintaan yang mematikan.
Film ini berawal ketika Santi dan Reta yang bersahabat sejak kecil bertemu kembali dalam satu kampus. Karena bersahabat sejak kecil maka ketika dipertemukan lagi mereka kembali menjalin persahabatan. Reta jatuh hati kepada Daniel (Dimas Aditya) yang sebenarnya kekasih Santi.
Santi sengaja menyembunyikan hubungan asmaranya dengan Daniel karena tak ingin Reta kecewa. Keluarga Santi pernah berutang budi pada keluarga Reta. Terlebih lagi setelah Santi tahu kalau Reta mengidap penyakit kanker otak dan hidupnya tinggal tiga bulan lagi.
Dengan niat membahagiakan Reta di sisa hidupnya, Santi merelakan Daniel untuk berpura-pura mencintai Reta.
Daniel dan Retapun akhirnya berpacaran. Meski dibakar api cemburu, Santi tetap merelakan kekasihnya bermesraan dengan sahabatnya sendiri.
Bulan berganti bulan tak terasa ternyata Reta dan Daniel genap setahun berpacaran. Reta masih terus hidup dan vonis dokter yang menyatakan usianya tersisa tiga bulan lagi meleset.
Melihat kenyataan ini amarah mulai menghampiri Santi. Puncaknya ketika Reta memberitahu Santi bahwa Daniel telah melamar dirinya karena sedang mengandung anak Daniel. Santi tak mau kalah dengan mengatakan sedang mengandung janin dari Daniel juga. Reta akhirnya mengakui vonis dokter tentang penyakitnya hanya rekayasa.Pertengkaran mulut dua sahabat ini makin tak terhindarkan. Puncaknya ketika Santi menusuk punggung Reta yang dibalas dengan pukulan dengan gelas oleh Reta.
Pertarungan sengit terjadi. Ke dua sahabat yang sudah berlumuran darah ini terus bergumul saling menyerang. Namun Reta yang tak memegang senjata harus meregang nyawa karena pisau yang ditusukan Santi berkali-kali. Penyesalan bercampur kepanikan dialami Santi. Karena panik itulah Santi memutilasi tubuh Reta dan dimasukan dalam sebuah koper.
Santi kemudian memberitahu Daniel jika dirinya membunuh Reta. Kontan saja, Daniel merasa marah dengan Santi. Daniel tetap mencoba tenang. Akhirnya Daniel bersama Santi mencoba mencari jasad Reta untuk membuangnya. Namun naas, Daniel dan Santi mengalami kecelakaan parah. Daniel akhirnya tewas sementara Santi mengalami luka serius.
Santi berhasil sembuh dan dibawa pulang oleh sepupunya bernama Moniq (Monique Henry). Moniq mengetahui kejadian yang baru saja dialami Santi, Reta dan Daniel. Dan tiba-tiba saja Santi menyerang Moniq yang sedang asyik duduk di sofa. Menyadari bahwa yang menyerangnya bukan Santi melainkan arwah Reta, Moniq akhirnya terus melawan.
Sebagai upaya balas dendam, Reta menggunakan Moniq untuk membunuh Santi. Dan Santi memang orang yang tepat. Santi akhirnya juga tewas ditangan Moniq melalui pertarungan penuh darah.
Film yang mulai tayang serentak di bioskop Indonesia tanggal 11 Maret 2010 ini berhasil menghadirkan ketegangan dan jalan cerita yang mencekam. Penggila film horor tentu akan sangat menikmati ketegangan yang dihadirkan film ini.
Yang menarik adalah ketika syuting film ini berlangsung Sigi Wimala sedang hamil. Adegan perkelahian yang diwarnai lompat dan terjatuh dari tangga harus dilakoni Sigi meski dirinya sedang berbadan dua. Ini tentu menunjukan totalitas dan profesionalitas istri dari sutradara Rumah Dara, Timo Tjahjanto ini.
Tak hanya Sigi, para pemain lainnya juga bermain cukup bagus di film ini. Ditambah pengambilan gambar yang baik, film ini terlihat kuat teknik cinematografinya. Kali ini Nayato berhasil menunjukan kualitasnya dengan membuat gambar yang sangat menarik dan enak ditonton.
Dari genrenya, film ini tentu bukan film slasher pertama di Indonesia, karena film Rumah Dara bisa disebut sebagai film slasher pertama di Indonesia. Meski begitu kehadiran film ini layak mendapat apresiasi.
Film ini menggunakan pendekatan horor yang berbeda. Horor tak lagi diidentikan dengan adegan seks yang vulgar dan cenderung bombasme.
Film ini coba menempatkan dimana seharusnya film horor berada dimata penikmat film. Selama ini film horor di Indonesia terlanjur identik satu wadah dengan adegan seks yang vulgar. Disitu ada film horor, disitu pula ada adegan seks yang sensasional. Dan film ini coba mematahkan stigma tersebut.
Film ini telah membuktikan tanpa adegan seks sebuah film horor tetap menjadi tontonan yang 'menegangkan' dalam arti sebenarnya. Tanpa perlu mendatangkan bintang porno sekalipun film ini tetap terlihat menarik karena kualitasnya, bukan karena kontroversinya yang sensasional. ***
Pemain : Sigi Wimala Garneta Haruni Dimas Aditya Monique Henry Rommy Ravalzi
He.he. aga lebay mungkin melihat judul yang satu ini.. tp inilah yang penulis rasakan... saat pertama kali merasakan "siksaan" ketika memanggul kamera ini, inilah yang seharusnya dirasakan seorang kameramen. Dengan berat mencapai 3,5 kg bagi sebagian kameramen pemula mungkin ini adalah sebuah siksaan, tapi bukan itu maksud sebenarnya. Dengan berat yang cukup memadai tersebut akan membantu kita dalam proses rekaman video, stabilitas yang terjaga yang penulis maksud disini. coba anda bandingkan dengan md 10000, dengan posisi yang sama anda akan mendapatkan stabilitas perekaman yang lebih baik saat memanggul xl1. selain itu, xl1 juga adalah kamera semi profesional yang cukup lengkap fitur2nya.. pertama kali memegang kamera ini penulis sempat kebingungan untuk mengatur setingan yang ada, 'soalnya' tombolnya aneh..he.he. dan ternyata kalau mau merubah setingan si tombolnya tuh harus dipencet dulu baru keluar tombolnya.. untuk saat ini xl1 sudah tidak diproduksi lagi(sudah ada versi terbarunya xl2), mengenai kisaran harga yaitu sekitar 10juta sampai 15 juta harga bekasnya.. Mengenai kualitas gambar, penulis sangat diberi kepuasan.. tidak ada artifact yang terlihat, bahkan dalam kondisi kurang cahaya pun hampir tidak ada noise(bahkan cenderung clear). untuk urusan ambil gambar dof xl1 bisa dijagokan, dengan spesifikasi 16x optical zoom dengan stabilizer hanya dengan beberapa putaran ring udah bisa ngmbil gbr dof. dengan fasilitas nd filter juga kita diberi keleluasaan untuk mengatur asupan cahaya.